Senin, 22 Agustus 2011

Disfungsi Guru di Sekolah Pinggiran


Dalam Pasal 1 Undang-undang  Repbulik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen diterangkan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Bukan sesuatu hal yang mudah untuk menjalankan fungsi dan tugas dengan baik dan benar. Kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik ditunjang dengan kemampuan untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab menjadi prasarat untuk melaksanakan tugas tersebut.
Hal lain yang perlu dipersiapkan oleh seorang guru untuk melaksanakan tugas tersebut tidak sesederhana yang ada dibenak kebanyakan orang. Suara-suara nyaring seperti “Enaknya jadi guru. Anak sekolah libur semester, guru ikut menikmati libur”.  Itu adalah hal biasa yang sering kita dengar. Namun essensi dari libur semester adalah memberikan waktu khusus bagi guru untuk mempersiapkan tugasnya pada   semester depan. Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menjalankan tugas guru yang biasanya dikenal dengan perangkat pembelajaran. Mulai dari silabus, pemetaan standar kompetensi dasar, analisis laokasi waktu,  membuat program semester atau tahunan, menyiapkan rencana kegiatan pembelajaran dan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada tahapan selanjutnya yaitu melaksanakan rencana-rencana yang telah dipersiapkan, dan disusul evaluasi.                                                                                                   
Tugas tersebut dalam realitanya masih harus dibebani dengan tugas tambahan lain atau tugas yang seolah sangat dipaksakan. Seorang guru harus merangkap menjadi bendahara rutin, bendahara sekolah dan kadang sering berprofesi sebagai kurir atau caraka. Kondisi semacam ini biasanya terjadi pada sekolah-sekolah yang ada dipedesaan atau di sekolah pinggiran. Hal yang sangat dipaksakan adalah ketika seorang guru harus mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai kualifikasinya. Bukan karena tidak mampu namun secara psikis, mengajar bukan merupakan mata pelajaran yang sesuai dengan  kualifikasinya adalah sebuah beban yang tidak kecil.
Kondisi disfungsi guru di atas dapat  terjadi dikarena beberapa hal. Pertama, masih minimnya tenaga administrasi atau staff tata usaha pada sekolah tersebut, atau sudah ada tenaga administrasi namun kurang mumpuni, kurang respek terhadap pekerjaan, kurang memiliki skill  sehingga mau tidak mau dengan kondisi seadanya memaksimalkan guru untuk merangkap tugas tersebut. Bagimana mungkin seorang guru harus menyiapkan tugas penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sampai pembuatan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD) dan lain-lain sampai proses pertanggungjawabannya. Walaupun mampu untuk melaksanakannya, namun tugas dan fungsi utama sebagai guru untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi jelas akan terabaikan.
Hal lebih prihatin sekali bagi sekolah-sekolah yang ada dipedesaan adalah sering kurangnya informasi secara formal dari instansi-instansi di pusat kota, baik dari instansi pemerintah daerah berupa badan, kantor atau dinas tertentu. Perkembangan teknologi informasi memang luar biasa, namun dari sisi kedinasan, surat dalam bentuk tertulis masih menjadi bukti otentik yang relevan hingga saat ini. Surat-surat yang semestinya segera sampai disekolah-sekolah namun kadang-kadang “mandeg” ditempat, karena mengharapkan pihak sekolah untuk aktif. Hal ini menjadi sesuatu yang lucu, bukankah surat dibuat untuk menyampaikan informasi tertentu kepada pihak-pihak yang menjadi tujuan dalam surat. Disinilah guru harus berperan lagi menjadi seorang kurir untuk mengambil surat pada institusi berbentuk badan atau kedinasan lainnya. Namun dalam hal tertentu karena kondisi yang mendesak perlu kita pahami bersama.
Kedua, penempatan guru pada sekolah tertentu yang tidak sesuai dengan kualifikasi, akan menjadi beban bagi guru yang bersangkutan dan sekaligus menjadi tugas berat bagi personil dibidang kurikulum dalam membuat platform pembagian tugas. Asas the right man in the right place hanya sekedar pepesan kosong dan tak bermakna. Selain itu sebagaimana tertulis diatas dengan penempatan guru yang tidak sesuai dengan kualifikasinya akan menjadi beban psikis bagi yang bersangkutan, walau memiliki keyakinan untuk melaksanakan namun tidaklah optimal.
Optimalisasi
Sekolah adalah sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yaitu  kepala sekolah, guru, siswa, karyawan/karyawati, lingkungan, sarana, media dan unsur lainya, maka manakala ada salah satu unsur yang tidak beres berarti terjadi keganjilan dalam sistem tersebut. Sama halnya seperti kasus diatas dimana ada unsur dalam hal ini adalah minimnya atau kurang optimal kerja tenaga administrasi sehingga berdampak pada unsur lain (baca : guru khususnya) dan unsur lain pada umumnya.
Inti dari permasalahan di atas adalah munculnya fungsi-fungsi tambahan bagi guru yang sangat jelas tidak ada relevansinya sebagaimana tugas guru sesuai dengan pasal 1 Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.  Fungsi baru dengan model rangkap jabatan hanya akan memberikan beban bagi guru sehingga justru apa yang menjadi tugas utama akan terabaikan. Beberapa arternatif cara untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut diantaranya adalah penempatan tenaga administrasi yang betul-betul memiliki skill (ketrampilan) bagi seluruh sekolah dipinggiran dengan cara rekruitmen, sehingga kebutuhan tenaga administrasi tercukupi. Model lain adalah dengan cara mengoptimalkan tenaga administrasi yang sudah ada (tanpa mengurangi rasa hormat bagi yang sudah sangat ahli dalam bidang administrasi) dengan beberapa jenis pelatihan   atau bimbingan teknis baik ditingkat kabupaten, propinsi atau pun ditingkat pusat.
Tersedianya tenaga administrasi yang cukup, mumpuni dan berketrampilan baik (khususnya di sekolah pinggiran) akan menjadi sebuah momen yang bijak untuk mengembalikan fungsi dan tugas guru sebagaimana mestinya yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi para peserta didik. 

2 komentar:

Asaz mengatakan...

kalau guru rangkap jabatan jadi bendahara, jadi kurir atau tenaga administratif biasanya suka meninggalkan tugas utamanya yaitu mengajar, sepertinya itu terjadi di desa-desa yang jauh dari perkotaan

Rasimun Way mengatakan...

betul bos, umumnya seperti itu terjadi disekolah pinggiran

Panorama Pantai Menganti

Dalam sebuah kesempatan saya menemani dua orang tamu dari Malang, dalam rangka melakukan pendampingan sebuah program di sekolah. Usai kegiat...