Senin, 28 Februari 2011

Catatan Minggu Pagi di Akhir Pebruari 2011

Minggu pagi, 27 Pebruari 2011. Jam 08.00, seperti biasanya tugas saya mengantar anak untuk latihan badminton di gedung Nabati. Niat hati mengantar saja kemudian pulang untuk melakukan pekerjaan lain. Tampaknya niat untuk pulang sedikit terganggu dengan banyak wali murid yang datang guna sekedar "curhat, omong-omong kosong, atau bahasa kerennya dikenal sharing". Ditemani minuman hangat yang diambil dari warung, kopi, teh dan beberapa gorengan tampaknya obrolan makin asyik. Tidak kalah pula kontes (saya menyebut kontes, karena hampir semua yang ngobrol merokok) rokok menemani oblan yang semakin siang semakin asyik.

Saya mengawali dengan membuka bahwa anak sekarang dengan anak jaman dahulu sangat jauh berbeda. "Anak sekarang, berangkat latihan badminton saja harus antar jemput, semestinya bisa berangkat memakai sepeda toh jaraknya tak terlalu jauh". Seorang teman pun menimpalinya sambil mengangguk-angguk .. kemudian muncul beberapa kalimat darinya. "Ya begitulah pak guru (demikian ia memanggil saya), jaman saya masih kecil kira-kira umur 7 tahun saja saya sudah diberi tanggung jawab oleh orang tua beberapa ekor kambing bahkan dengan sapi juga. Jaman sekarang, anak-anak hidup dalam alam yang 180 derajat bedanya. Angel prihatine ..." kata seorang teman tadi. Bermula dari situ beberapa teman pun mulai   membuka memorinya dengan menceritakan kisah-kisah seperti :
Kisah pencurian mangga tetangga usai pulang sekolah
Kisah perkelahian dengan teman saat bermain bola
Kisah belajar sepeda menabrak termos penjual es, dan lain sebagainya.

Mencermatinya tema kisah masa kecil tersebut, sebenarnya adalah hal yang sangat lazim terjadi pada saat itu. Mencuri mangga milik tetangga menjadi sangat ngetrend karena mangga pada saat itu menjadi buah yang masih sangat langka. Bandingkan dengan jaman sekarang, semua sudah tersedia diberbagai pasar tradisional ataupun pasar modern.
Perkelahian usai bermain sepakbola plastik juga sering terjadi, namun tak seberapa lama sudah terjalin komunikasi lagi. Karena mereka menyadari bahwa dalam permainan pasti ada yang kalah dan yang menang. Sungguh sangatlah indah masa kecil itu. Namun kalau kita berbicara sekarang, apa yang terjadi tawuran antar anak-anak sekolah, tawuran antar suporter sepakbola sudah menjadi tradisi yang sangat-sangat tidak positif.
Sarung pada jaman itu pun bisa multifungsi. Usai mengaji bersama teman-teman bermain dan melakukan petualangan "mencari mangsa". Kebiasaan yang tidak baik, tapi sangat mengesankan. Lagi-lagi mencuri buah mangga milik tetangga bahkan mangga milik guru ngajinya sekalipun. Sarung menjadi sangat berarti pada kala itu.
Kalau bicara masalah semangat maka lihatlah anak kecil yang baru mulai mengenal dan berlatih sepeda. Ada hal yang luar biasa yang kita dapatkan tentang makna "semangat yang tak pernah pudar". Pertama belajar naik sepeda masuk selokan sehingga basah kuyup. Tanpa pantang mundur kemudian berlatih lagi dan kedua bahkan harus nabrak pagar tetangga. Bahkab yang terakhir harus dikejar-kejar penjual es keliling saat itu karena menabrak termos es yang dibawanya dan es  yang dijualnya tumpah.

Hahahahahahaahaaa ....hanya itu yang bisa muncul mengakhiri cerita. Maaf ada yang ketinggalan, pesan dari seorang teman yang kebetulan sudah berhaji. Segeralah minta pengampunan dari Yang Maha Kuasa atas segala dosa yang sekecil apapun hingga yang besar atas segala apa yang telah kita lakukan baik karena unsur sengaja ataupun tidak sengaja. Semoga Allah mengampuni kita semua ...amiiin.



Tidak ada komentar:

Panorama Pantai Menganti

Dalam sebuah kesempatan saya menemani dua orang tamu dari Malang, dalam rangka melakukan pendampingan sebuah program di sekolah. Usai kegiat...