Sosiolog dari Universitas Indonesia, Ida Ruwaida Noor MSi mengingatkan orang tua agar merencanakan pendidikan anaknya sejak jauh hari. Dengan begitu, ketika waktunya tiba, orang tua dapat terhindar dari kepanikan finansial. “Rencanakan alternatif sekolah anak, ke institusi pendidikan seperti apa yang diinginkan,”
Ida melihat kebanyakan orang tua masih belum banyak yang serius merencanakan kelangsungan pendidikan putra-putrinya. Hal yang sama terjadi di sektor kesehatan keluarga. Dana keluarga lebih besar teralokasikan untuk konsumsi yang tidak mendesak semisal untuk busana dan rokok. “Atur kembali prioritas anggaran rumah tangga Anda,” sarannya.
Sementara itu, di masyarakat ada pula kecenderungan lain. Mereka menganggap sekolah anak sebagai simbol status. “Sebaiknya kembalikan kepada kebutuhan anak, renungkan apakah anak betul-betul memerlukan jenis pendidikan seperti yang ditawarkan oleh sekolah yang memiliki nilai prestise itu,” kata Ida.
Pembiayaan pendidikan masa kini merupakan hal yang kompleks. Semakin tinggi jenjang pendidikan biasanya lebih tinggi pula dana yang diperlukan untuk mengenyamnya. “Namun, variasi di tiap jenjang juga ada, seperti di SD rintisan bertaraf internasional yang bisa jadi lebih mahal daripada SMP negeri biasa,” Ida mencontohkan.
Ida menjelaskan biaya pendidikan yang dibebankan ke orang tua siswa sangat terkait dengan sejumlah faktor utama. Sebut saja, jenis kurikulum, fasilitas, dan insentif kesejahteraan guru. “Sekolah yang mengedepankan mutu tentu mahal.’
Kualitas pendidikan anak akan terjamin ketika ia mengikuti pelajaran di sekolah yang mampu memberikan pendidikan yang baik. Namun, sebetulnya, orang tua dapat mengambil alih sedikit porsi peran guru di sekolah, yakni dengan memberikan pengajaran keterampilan sebagai bekal daya saing anak. “Persoalannya, mayoritas orang tua menyerahkan tanggung jawab pendidikan sepenuhnya pada pihak sekolah,” sesal Ida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar