Selamat pagi bapak-bapak, ibu-ibu, terkhusus warga Kabupaten Kebumen. Catatan ringan ini didasari sebuah pemikiran untuk melakukan identifikasi terhadap beberapa fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan dan ekonomi yang muncul di kota tercinta, Kebumen Beriman. Secara spesifik lebih mengarah kepada fenomena yang terjadi di jalur rutinitas perjalanan dari tempat tinggal penulis di Kutosari sampai di tempat kerja, di wilayah Kecamatan Ambal.
Mengawali rutinitas pagi, memasuki Jalan Pahlawan ratusan anak-anak sekolah dari SDN 1 , SDN 2 , SDN 4 dan SDN 7 Kutosari bersemangat menuju sekolah tempat menempa diri untuk belajar. Seorang satpam di depan sekolah sibuk membantu anak-anak menyebrang menuju sekolah. Lalu lalang sepeda, becak, becak motor dan motor serta mobil menuntut pengguna jalan harus ekstra hati-hati. Terima kasih untuk aparat polisi yang telah mengatur lalu lintas di bunderan dekat SDN 1 Kutosari.
Belum beranjak dari Kutosari terbentang di depan, alun-alun Kota Kebumen yang telah dipercantik sedang sebagian lain masih dalam proses pengerjaan. Berdiri kokoh pula Masjid Agung diseberang, masjidnya kebanggaan warga Kabupaten Kebumen yang memiliki nilai historis. Di sekitar masjid, sebelah kiri dan kanan banyak terdapat sarana usaha perekonomian bahkan mini market telah bermunculan. Terlebih suasana di malam hari, luar biasa. Masih di wilayah Kutosari tepatnya di Mertokondo, 24 jam nonstop roda perekonomian rakyat kecil tanpa henti. Sisi luar Kutosari sudah mampu menunjukkan tentang keberadaan Kutosari sebagai desa yang sangat hidup, strategis dan sangat dekat dengan keramaian umum. Secara tata letak desa Kutosari ada di sebelah barat Rumah Dinas Bupati atau Pendopo Bupati. Di desa Kutosari itu pula banyak berdiam ( baca : tempat tinggal ) para mantan atau pejabat teras Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen dari Kepala Dinas tertentu bahkan sampai Bupati sekalipun. Namun sampai saat saya beranjak meninggalkan Kutosari yang bisa dimaknai sebagai “ sarine kutho “, ada pertanyaan yang sampai saat ini belum terjawab. Pertanyaan saya sebagai orang awam di bidang pemerintahan adalah masih layakkah Kutosari disebut sebagai desa bukan suatu kelurahan ? Dalam beberapa agenda pertemuan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kutosari sering memaknai desa Kutosari dengan guyonan sebagai “ desa dalam kota “.
Melewati depan Pasaraya di Jalan Pahlawan, saya bersyukur karena jalanan lengang tidak seperti saat siang atau malam yang sarat motor dan mobil yang parkir dibahu jalanan. Terlintas dalam benak saya suatu keheranan yang terpendam, bagaimana bisa bahu jalan raya dipergunakan sebagai tempat parkir ?
Masih melintas di Jalan Pahlawan, tepatnya depan Pasar Tumenggungan yang sudah ramai terutama pedagang sayur di pasar bagian barat, pikiran saya terganggu oleh wacana Pasar Tumenggungan yang konon oleh Pemkab akan disulap menjadi pasar dengan konsep serba modern. Sebuah proyek besar dan luar biasa takkan ada artinya jika hal tersebut justru selalu mengorbankan kepentingan para pedagang kecil penghuni kios-kios di Pasar Tumenggungan. Jangan tambah beban pedagang dengan membayar beban-beban usaha yang selama ini sudah berat semakin berat. Selama ini pula kaum pedagang di Pasar Tumenggungan telah kerja keras dari pagi hingga petang mencari penghidupan dari para konsumen yang masih tetap setia dengan pasar tradisional. Mereka harus terpinggirkan oleh kehadiran pasar - pasar modern ala super market dan mini market yang terus “ jemput bola “ melakukan eksplore menjamur ke wilayah-wilayah di tingkat kecamatan. Termenung beberapa saat, menunggu lampu hijau menyala di sekitar tugu lawet harapan saya muncul “ Jangan tambah lagi beban hidup rakyat kecil atas nama proyek prestisius yang waahh !!!! “.Namun jika wacana tersebut akan direalisasikan semestinya upaya pendekatan dalam bentuk sosialisasi atau apapun bentuknya dari pemkab harus dilaksanakan.
Lampu hijau menyala perjalanan berlanjut ke arah Jalan Pemuda. Di jalan ini kalau kita mengkalkulasi ada sekitar 4 (empat) mini market yang siap menjemput para pelanggan dari berbagai wilayah terutama wilayah selatan. Tidak hanya mini market, di jalan ini pula telah muncul beberapa hotel dan penginapan. Perkembangan yang luar biasa tumbuh di area tersebut. Perjalananan terhenti di palang pintu kereta api, sekitar Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen. Aneh, banyak orang yang berkendara motor menerobos begitu saja sekalipun sudah terpasang palang pintu kereta api. Ternyata kesadaran warga kita akan tertib berlalu lintas masih rendah.
Saat menunggu kereta api melintas, pandangan saya tertuju kepada sebuah bangunan megah yang merupakan bekas gedung bioskop tempo dulu. Sebagai penggemar olahraga bulutangkis saya sangat gembira bahwa pada akhirnya Kebumen memiliki gedung olahraga indoor yang representatif. Beberapa gedung olahrga semisal GOR Samapta Magelang, GOR Mugas Semarang, GOR AA YKPN Yogya, GOR Manahan dan GOR Bhinneka di kota Solo sudah saya singgahi sekalipun hanya sebagai penikmat ( baca : penonton) pertandingan bulutangkis. Sungguh saya sangat rindu dengan event-event bulutangkis yang entah kapan digelar di kabupaten tercinta ini. Semoga dengan kehadiran GOR yang baru dapat lebih meningkatkan prestasi Kebumen di segala bidang olahraga.
Kebumen Selatan
Melalui Jalan Cenderawasih terlihat di sebelah kiri, kereta api masih berhenti menurunkan penumpang di area stasiun Kebumen yang lumayan ramai. Berbelok kanan saatnya harus hati-hati karena di area ini tepatnya di Tamanwinangun, banyak pelajar, pegawai, karyawan dan penggiat ekonomi dari wilayah selatan akan memasuki kota. Jika ada mobil di depan, bisa dipastikan saya tidak bisa mendahului karena dari arah berlawanan sangat banyak pengguna jalan dengan berbagai sarana transportasi.
. Melintas meninggalkan Tamanwinangun terhenti di perempatan lampu lalu lintas Muktisari yang sering mati. Berkata dalam hati, “Tolonglah, yang berkepentingan mohon diperhatikan.” Karena di area ini banyak armada besar yang lalu lalang, apalagi bis – bis besar dan truk luar kota atau truk gandeng terkadang main terjang lampu lintas sehinngga pengguna jalan seperti saya amat terganggu. Apa artinya kalau kita sudah berhati-hati, sementara yang lain masih asal terjang sehingga membahayakan jiwa orang lain. Kata pak polisi memang betul di jalan raya itu hanya ada pihak yang melanggar dan pihak yang dilanggar.
Terlihat di sebelah timur perempatan Muktisari beberapa penumpang membawa tas besar dan tampaknya sedang menunggu bis untuk perjalanan yang jauh. Terlihat pula banyak tukang ojek yang sedang menawarkan jasanya kepada pelanggan. Dalam hati kecil saya juga bertanya “ Kenapa mereka tidak ke terminal saja ? “ Bukankah Kebumen sudah memiliki terminal yang sangat layak. Terminal Kebumen adalah terminal “ megah “ dengan Tipe A yang konon menghabiskan dana 13 M. Dilengkapi dengan beberapa kios-kios yang mencapai 50 puluhan atau lebih, mestinya lebih ramai dan lebih nyaman.
Namun sejauh ini realitanya, terminal Kebumen hanya sebagai ” terowongan saja ” begitu bis AKDP atau AKAP masuk, saat itu pula bis harus keluar dari terminal. Hal itu tentunya sangat berpengaruh pada penghuni kios yang lambat laun mulai mengeluh dan akhirnya menutup kios dengan segala keterpaksaan karena sepinya penumpang yang bersinggah di terminal Kebumen.
Beberapa keluhan itu disampaikan oleh pemilik kios. ” Aktivitas terminal Kebumen ya hanya seperti ini. Dari tahun ke tahun bukannya tambah ramai malah tambah sepi, ” keluh Yani (35) tahun, salah satu pemilik kios di terminal Kebumen. Sepinya terminal Kebumen juga dikeluhkan salah seorang sopir bis jurusan Semarang – Purwokerto, Wardoyo (40) mengatakan, kondisi terminal Kebumen sangat sepi sekali. Percuma saja kalau masuk karena di dalam terminal tidak ada penumpang. Penumpang justru lebih banyak di luar terminal, seperti di Simpanglima Pejagoan dan Pertigaan Kedungbener. Kalau masuk terminal buang-buang waktu di dalam terminal tidak ada penumpang. Padahal kami sering ngejar waktu agar mendapat penumpang. Para padagang, pengasong, tukang becak dan awak kru angkutan lainnya sangat berharap keseriusan Pemkab Kebumen meramaikan terminal Kebumen. Pasalnya terminal menjadi tumpuan mereka untuk mencari makan (Wawasandigital: Rabu, 6 Mei 2009).
Informasi di atas menambah keyakinan bahwa pemkab semestinya tidak bisa berharap banyak dari kontribusi terminal Kebumen terhadap pendapatan daerah, jika masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut. Harapan saya semoga pemkab melalui pihak-pihak yang berkompeten dapat segera melakukan upaya optimalisasi terminal Kebumen, sehingga kemegahan terminal dengan tipe A tersebut ini sepadan dengan besarnya dana yang dikeluarkan untuk merealisasikan terminal tersebut.
Dalam rangkaian perjalanan selanjutnya saya melintasi Desa Setrojenar dan Desa Brecong Kecamatan Buluspesantren dan seterusnya sampai di Ambal sebagai tempat tujuan perjalanan. Teringat oleh saya bahwa pada hari Kamis, 14 Mei 2009 lalu mereka yang berjumlah ribuan orang telah memadati lingkungan sekitar gedung DPRD Kebumen melakukan unjuk rasa yang pada dasarnya menolak daerah Urut Sewu dijadikan lokasi latihan dan uji senjata berat oleh TNI Angkatan Darat.
Dalam konteks masalah tersebut di atas adalah hal tidak mudah bagi pemkab untuk mengambil keputusan. Terlebih masalah tersebut terkait dengan masalah tanah, masalah sumber penghidupan bagi para petani di wilayah pesisir selatan tersebut. Sisi lain masalah keberadaan TNI Angkatan Darat di wilayah tersebut adalah di bawah pengawasan dari Mabes TNI. Maka respon yang positif perlu kita berikan kepada Ketua DPRD Kebumen, H. Probo Indarto bersama Bupati Kebumen KH. Nasrudin Al Mansyur saat itu beserta pihak yang terkait yang akan melakukan koordinasi dengan Dephankam. Tidak hanya itu saja semoga segala permasalahan yang ada di Kebumen dapat segera terselesaikan dengan baik.
Segala upaya yang telah dilakukan akhirnya pupus dan peristiwa bentrok warga dan TNI akhirnya betul-betul terjadi tanggal 16 April 2011 yang lalu. Korban pun banyak yang berjatuhan. Catatan ringan yang terekam dalam memori seketika hilang sementara waktu, karena apa yang harus saya catat hari ini adalah catatan-catatan tentang perkembangan anak didik, untuk memberikan bekal kepada anak didik dalam menyongsong hari depan mereka. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar