Senin, 14 Mei 2012

Kelulusan, Corat-Coret Seragam itu Tidak Cerdas

Saat hari kelulusan  merupakan momen  yang sangat bermakna bagi seluruh siswa yang telah usai menjalani kegiatan Ujian Nasional. Terlebih jika kabar yang sangat dinantikan tersebut betul-betul sesuai harapan, maka sempurna sudah kebahagian mereka. Walau sebenarnya kebahagian yang mereka rasakan sejatinya adalah kebahagiaan yang semu, kebahagiaan yang sesaat. Karena usai kelulusan tersebut mereka-mereka akan dihadapkan pada kehidupan yang sebenarnya, yaitu hidup di masyarakat.

Corat-coret seragam pasca kelulusan
Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, ternyata tidak sedikit diantara para lulusan merayakan hari bahagianya dengan cara-cara yang menurut saya terlalu berlebihan. Berbagai cara atau model merayakan hari kelulusannya cenderung urakan dan sangat mengganggu ketertiban umum. Aksi corat-coret seragam sekolah secara umum masih dominan dan seakan menjadi tradisi bagi para lulusan. Mungkin juga bagi mereka corat-coret seragam adalah simbol telah usainya pendidikan formal di sekolah yang ditinggalkan. Namun apapun argumennya model perayaan dengan cara-cara diatas patut disayangkan.

Aksi corat-coret seragam sangat sulit untuk dikendalikan karena hal tersebut dilakukan diluar sekolah sehingga kewenangan sekolah sudah tidak ada lagi. Terlebih aksi tersebut tidak dilakukan oleh satu sekolah tertentu tetapi hampir seluruh lulusan sekolah melakukannya. Bahkan kegiatan mereka kadang terkoordinasi, hal ini karena sering terjadi konvoi bersama-sama di jalanan raya usai aksi corat-coret seragam. Aksi ini tentunya mempunyai resiko yang tinggi, karena rentan akan terjadinya kecelakaan. Apalagi mereka mengendarai motor tanpa pengaman helm, ditambah dengan raungan-raungan motor model knalpot 'bobokan' sehingga menimbulkan suara yang dapat memekakkan telinga. Mau tak mau pengendara lain harus memberikan kesempatan kepada para lulusan yang konvoi di jalanan, sebagai antisipasi diri agar tidak terganggu.



Pihak sebenarnya sekolah dapat mengantisipasi agar aksi-aksi corat-coret seragam tidak dapat dilakukan, salah satu upaya preventif yaitu dengan mewajibkan para siswa yang akan menerima pengumuman mengenakan pakaian adat atau pakaian layaknya seorang eksekutif muda yang gagah dan berdasi. Tidak lupa pula sekolah juga melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian terdekat guna memuluskan rencana agar pelaksanaan pengumuman berjalan sukses. Namun demikian para lulusan juga tidak kalah mencari akal, umumnya mereka sudah menyiapkan pakaian seragam dengan cara menitipkan di tempat tertentu. Kalau begini saya jadi teringat Prof. Dr. H. Madyo Ekosusilo, M.Pd yang pernah memberikan wejangan bahwa mereka-mereka yang melakukan aksi corat-coret seragam, berkonvoi tak beraturan sebenarnya adalah orang-orang mempunyai ilmu, namun mereka itu tidak cerdas. 
 
Memang jikalau kita mau berpikir cerdas, sebenarnya merayakan kelulusan dapat dilakukan dengan cara yang lebih arif dan terpuji serta menyenangkan dan dapat berguna bagi orang lain, semisal pengumpulan seragam bekas, berlibur bersama, menggelar pentas seni, mengadakan pengajian akbar, tasyakuran dan masih banyak yang lainnya.


Terimakasih dan salam ...

Tidak ada komentar:

Panorama Pantai Menganti

Dalam sebuah kesempatan saya menemani dua orang tamu dari Malang, dalam rangka melakukan pendampingan sebuah program di sekolah. Usai kegiat...