Bentrok terjadi antara warga dan TNI di Kebumen, Jawa Tengah. Bentrok yang dipicu kasus tanah ini menyebabkan 4 warga mengalami luka tembak. Mabes TNI menyatakan penanganan bentrokan dilakukan sesuai prosedur.
Namun pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan juga LBH Semarang yakin, TNI melakukan serangan dengan sengaja dalam bentrok yang terjadi pada Sabtu (16/4) itu. Berikut kronologi bentrok versi LBH yang disampaikan dalam siaran pers.
Sabtu, 16 April 2011
Pukul 09.30 WIB
Sekitar 30 orang warga yang tergabung dalam Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan mengadakan ziarah kubur ke makam 5 anak yang menjadi korban ledakan mortir pada tahun 1997. Makam berada di dukuh Godi, Desa Setrojenar, 400 meter dari kantor TNI.
Pukul 12.00 WIB
TNI membongkar blokade yang dibuat oleh warga. Blokade tersebut dibuat di beberapa titik pada 11 April 2011 dari pohon waru dan kayu-kayu.
Kebetulan TNI sedang berlatih di Kecamatan Ambal, sekitar 800 meter dari Kecamatan Buluspesantren. Jadi sebenarnya cukup jauh dari lokasi blokade warga.
Pukul 12.30-14.00 WIB
Warga mulai berkumpul, termasuk FPPKS yang sebelumnya mengadakan ziarah kubur. Pembongkaran blokade dianggap sebagai provokasi oleh TNI, sebab pada saat itu TNI seharusnya berlatih di Kecamatan Ambal, tetapi justru membongkar blokade di Kecamatan Buluspesantren.
Jumlah warga yang berkumpul mencapai 150 orang, terdiri dari para petani yang pulang dari sawah, yang kemudian kembali membangun blokade jalan di 4 titik jalan menuju kompleks TNI. Selanjutnya para petani bergerak ke arah Utara. Kemarahan mereka diwujudkan dengan merusak gapura latihan tembak yang terletak di samping Kecamatan Buluspesantren.
Kemudian para petani bergerak ke Selatan, menuju ke gudang senjata. Di sana para petani merusak pagar tembok bangunan gudang peluru. Bangunan tersebut memang dikenal sebagai tempat menyimpan peluru, tetapi saat ini sudah tidak digunakan lagi untuk menyimpan peluru. Setelah pagar ambruk, warga membentangkan tali dadung, mencoba membuat ambruk bangunan dengan menarik atapnya dengan tali secara beramai-ramai. Tetapi para petani tidak kuat.
Aksi para petani kembali berlanjut dengan mendobrak bangunan menara 3 lantai milik TNI yang letaknya didekat Gudang peluru. Menara tersebut sebenarnya dibangun di atas tanah warga.
Pukul 14.00-15.00 WIB
Para petani kemudian balik ke arah Utara, kembali menyusuri jalan menuju kecamatan. Ternyata di sisi Utara TNI sudah berbaris, dengan seragam dan senjata lengkap. Warga tetap tidak takut, dan menganggap TNI tidak mungkin menyerang. Antara warga dengan TNI saling berhadap-hadapan. Sebagian warga kemudian melakukan aksi diam dekat salah satu blokade di Jalan Deandels.
Di luar dugaan, ternyata kemudian TNI menyerbu ke arah warga dengan tembakan-tembakan. Warga yang panik kemudian tercerai berai lari. Selanjutnya terjadi aksi-aksi pemukulan oleh para tentara. Tidak hanya sampai di situ, TNI juga mengejar dan melakukan penyisiran (sweeping). Polisi berseragam tidak ada pada saat terjadinya bentrokan.
Pukul 15.00 WIB
TNI melakukan penangkapan terhadap warga dan tokoh, diantaranya Nur Hidayat bin Muchdin (39), Muhajir bin Saia (30), Paryono bin Dullah Afandi (39 th), Solekhudin bin Sadir (19), Marifun bin Jumain (31), Imam Zuhdi bin Muh Samidja (36)
Pukul 15.00-17.00 WIB
TNI menyisir rumah-rumah warga di Desa setrojenar. Warga tidak ada yang berani keluar. Beberapa warga dianiaya. Selama sweping Polisi berseragam tidak ada. Menurut Suparjo (warga setrojenar) penyisiran oleh TNI dilakukan lagi malam harinya.
Minggu 17 April 2011
Pukul 10.30– 18.30 WIB
Polisi menangkap kembali 4 warga Desa Setrojenar yaitu: Johan, Adi Waluyo, Solehan dan Yono. Sehingga pada tanggal 17 April 2011 sudah 10 warga yang diperiksa oleh Polisi.
Pukul 18.25 WIB
Ada 7 warga yang berstatus saksi diperbolehkan untuk pulang yaitu, Nur Hidayat bin Muchdin (39), Muhajir bin Saia (30), Paryono bin Dullah Afandi (39), Solekhudin bin Sadir (19), Marifun bin Jumain (31), Imam Zuhdi bin Muh Samidja (36)
LBH juga mendapat kabar, polisi sudah menetapkan tersangka Solehan, Adi waluyo, dan mulono. "Informasinya mereka sudah ditetapkan polisi sebagai tersangka," kata Direktur LBH Jakarta Nur Kholis.
Sementara itu, sebelumnya Mabes TNI menilai tindakan yang dilakukan prajurit di lapangan karena melihat situasi protes yang semakin anarkis dan membahayakan prajurit serta keamanan Markas Dislitbangad.
"Prajurit TNI AD mengambil langkah sesuai prosedur yaitu memberikan tembakan peringatan ke atas namun tetap tidak dihiraukan, bahkan massa secara brutal menyerang aparat TNI AD, yang akhirnya terjadilah insiden bentrok yang mengakibatkan korban di kedua belah pihak," kata Kapuspen TNI Laksda TNI Iskandar Sitompul melalui siaran pers yang diterima detikcom, Minggu (17/4/2011).
Iskandar mengatakan, lahan yang digunakan Dislitbangad sebagai obyek sengketa telah dikelola TNI AD sejak zaman peninggalan Belanda. Bahkan sejak 1949, lahan tersebut sudah dijadikan lokasi latihan menembak.
Namun pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan juga LBH Semarang yakin, TNI melakukan serangan dengan sengaja dalam bentrok yang terjadi pada Sabtu (16/4) itu. Berikut kronologi bentrok versi LBH yang disampaikan dalam siaran pers.
Sabtu, 16 April 2011
Pukul 09.30 WIB
Sekitar 30 orang warga yang tergabung dalam Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan mengadakan ziarah kubur ke makam 5 anak yang menjadi korban ledakan mortir pada tahun 1997. Makam berada di dukuh Godi, Desa Setrojenar, 400 meter dari kantor TNI.
Pukul 12.00 WIB
TNI membongkar blokade yang dibuat oleh warga. Blokade tersebut dibuat di beberapa titik pada 11 April 2011 dari pohon waru dan kayu-kayu.
Kebetulan TNI sedang berlatih di Kecamatan Ambal, sekitar 800 meter dari Kecamatan Buluspesantren. Jadi sebenarnya cukup jauh dari lokasi blokade warga.
Pukul 12.30-14.00 WIB
Warga mulai berkumpul, termasuk FPPKS yang sebelumnya mengadakan ziarah kubur. Pembongkaran blokade dianggap sebagai provokasi oleh TNI, sebab pada saat itu TNI seharusnya berlatih di Kecamatan Ambal, tetapi justru membongkar blokade di Kecamatan Buluspesantren.
Jumlah warga yang berkumpul mencapai 150 orang, terdiri dari para petani yang pulang dari sawah, yang kemudian kembali membangun blokade jalan di 4 titik jalan menuju kompleks TNI. Selanjutnya para petani bergerak ke arah Utara. Kemarahan mereka diwujudkan dengan merusak gapura latihan tembak yang terletak di samping Kecamatan Buluspesantren.
Kemudian para petani bergerak ke Selatan, menuju ke gudang senjata. Di sana para petani merusak pagar tembok bangunan gudang peluru. Bangunan tersebut memang dikenal sebagai tempat menyimpan peluru, tetapi saat ini sudah tidak digunakan lagi untuk menyimpan peluru. Setelah pagar ambruk, warga membentangkan tali dadung, mencoba membuat ambruk bangunan dengan menarik atapnya dengan tali secara beramai-ramai. Tetapi para petani tidak kuat.
Aksi para petani kembali berlanjut dengan mendobrak bangunan menara 3 lantai milik TNI yang letaknya didekat Gudang peluru. Menara tersebut sebenarnya dibangun di atas tanah warga.
Pukul 14.00-15.00 WIB
Para petani kemudian balik ke arah Utara, kembali menyusuri jalan menuju kecamatan. Ternyata di sisi Utara TNI sudah berbaris, dengan seragam dan senjata lengkap. Warga tetap tidak takut, dan menganggap TNI tidak mungkin menyerang. Antara warga dengan TNI saling berhadap-hadapan. Sebagian warga kemudian melakukan aksi diam dekat salah satu blokade di Jalan Deandels.
Di luar dugaan, ternyata kemudian TNI menyerbu ke arah warga dengan tembakan-tembakan. Warga yang panik kemudian tercerai berai lari. Selanjutnya terjadi aksi-aksi pemukulan oleh para tentara. Tidak hanya sampai di situ, TNI juga mengejar dan melakukan penyisiran (sweeping). Polisi berseragam tidak ada pada saat terjadinya bentrokan.
Pukul 15.00 WIB
TNI melakukan penangkapan terhadap warga dan tokoh, diantaranya Nur Hidayat bin Muchdin (39), Muhajir bin Saia (30), Paryono bin Dullah Afandi (39 th), Solekhudin bin Sadir (19), Marifun bin Jumain (31), Imam Zuhdi bin Muh Samidja (36)
Pukul 15.00-17.00 WIB
TNI menyisir rumah-rumah warga di Desa setrojenar. Warga tidak ada yang berani keluar. Beberapa warga dianiaya. Selama sweping Polisi berseragam tidak ada. Menurut Suparjo (warga setrojenar) penyisiran oleh TNI dilakukan lagi malam harinya.
Minggu 17 April 2011
Pukul 10.30– 18.30 WIB
Polisi menangkap kembali 4 warga Desa Setrojenar yaitu: Johan, Adi Waluyo, Solehan dan Yono. Sehingga pada tanggal 17 April 2011 sudah 10 warga yang diperiksa oleh Polisi.
Pukul 18.25 WIB
Ada 7 warga yang berstatus saksi diperbolehkan untuk pulang yaitu, Nur Hidayat bin Muchdin (39), Muhajir bin Saia (30), Paryono bin Dullah Afandi (39), Solekhudin bin Sadir (19), Marifun bin Jumain (31), Imam Zuhdi bin Muh Samidja (36)
LBH juga mendapat kabar, polisi sudah menetapkan tersangka Solehan, Adi waluyo, dan mulono. "Informasinya mereka sudah ditetapkan polisi sebagai tersangka," kata Direktur LBH Jakarta Nur Kholis.
Sementara itu, sebelumnya Mabes TNI menilai tindakan yang dilakukan prajurit di lapangan karena melihat situasi protes yang semakin anarkis dan membahayakan prajurit serta keamanan Markas Dislitbangad.
"Prajurit TNI AD mengambil langkah sesuai prosedur yaitu memberikan tembakan peringatan ke atas namun tetap tidak dihiraukan, bahkan massa secara brutal menyerang aparat TNI AD, yang akhirnya terjadilah insiden bentrok yang mengakibatkan korban di kedua belah pihak," kata Kapuspen TNI Laksda TNI Iskandar Sitompul melalui siaran pers yang diterima detikcom, Minggu (17/4/2011).
Iskandar mengatakan, lahan yang digunakan Dislitbangad sebagai obyek sengketa telah dikelola TNI AD sejak zaman peninggalan Belanda. Bahkan sejak 1949, lahan tersebut sudah dijadikan lokasi latihan menembak.
sumber
1 komentar:
Wow tragis ya? Aku yg orang kebumen malah gak tau persis kejadiannya, terima kasih ya Pak sudah di share...
Posting Komentar